• Home
  • Fanfictions
    • Naruto
    • Sword Art Online
  • Short Stories
    • Teens
    • Romance
    • Comedy
facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

Ru'fatiani Blog


Declaimer        : Reki Kawahara
Title                 : Winter in My Heart
Pair                  : Kirito/Kazuto & Asuna
Genre               : Hurt & Drama
Warning           : Typo(s), OOC, gaje, dll

            Sudah berlalu dua bulan setelah kejadian itu, bahkan musim dingin pun sudah berganti musim semi. Tapi aku belum bisa melenyapkanmu dari pikiranku, aku tau aku yang salah aku penyebab semua ini terjadi aku terlalu pengecut.

Flashback.

“Kirito-kun, aku ingin berbicara padamu.” ujar seorang gadis yang memiliki rambut berwarna coklat yang indah.
“Katakan saja Asuna.”
Dengan lirih gadis itu berkata, “Besok aku akan pergi ke Amerika dan melanjutkan sekolah disana.”
“Kenapa kamu baru mengatakannya sekarang?” sahutku kecewa.
“Maafkan aku Kirito-kun, aku tidak mau jauh darimu. Aku sudah berusaha untuk tetap tinggal disini tapi mereka tetap memaksaku dan akhirnya aku harus pergi besok. Maafkan aku Kirito-kun.” Gadis itu menundukkan kepalanya dan air mata pun mulai membasahi wajahnya.
Aku hanya bisa terdiam, kecewa, sedih, kesal, semua bercampur padu. Aku ingin marah, tapi ini bukan sepenuhnya kesalahan Asuna.
“Ki..kirito-ku a..apakah kita ma..masih bisa ber..sama?” ujar Asuna tersedu-sedu ditengah tangisannya.
“Maafkan aku Asuna, aku tidak bisa seperti ini. Aku tidak bisa berhubungan jarak jauh denganmu.” jawabku ragu, dengan air mata yang mulai membanjiri mataku.
“Kirito-kun.” Gadis itu menangis didadaku, aku pun mulai merangkulnya mencoba menenangkan hatinya dan hatiku.
“Maafkan aku Asuna.” lirihku lalu mencium bagian puncak kepala Asuna.

Flasback off

            Andai saja waktu itu aku tetap bisa mempertahankan semuanya, mungkin ini semua ngga akan terjadi. Mungkin aku akan bisa merasakan indahnya musim semi. Aku ingin bertemu denganmu Asuna, mengatakan bahwa aku benar-benar mencintaimu.

            Aku terus mencarimu, bahkan dalam mimpiku pun aku terus mencarimu. Kita memang berada di langit yang sama, tapi tempat kita berbeda.

Tapi pencarianku sia-sia, aku yang salah aku yang meninggalkanmu. Aku yang mengakhiri semuanya. Maafkan aku Asuna, maafkan aku yang terlalu pengecut dan menolak terus berhubungan denganmu.

            Di bawah musim semi yang indah, aku hanya bisa terpuruk meratapi semuanya. Kebahagiaan hanya menjadi angan-angan untukku. Kebahagiaan seolah menjauh dari kehidupanku.
            Di bawah musim semi yang indah, aku hanya bisa merasakan rindu yang menyakitkan. Rindu yang tak akan mungkin terbalaskan. Rindu yang terus membunuhku secara perlahan.

            Hatiku seolah mati, tidak ada kata yang dapat membuatku bahagia. Hatiku bagaikan diterpa badai salju yang dingin, tidak bisa merasakan dirimu.

            Banyak wanita yang menghampiri, tapi tak satupun yang membuatku membuka mata. Aku hanya menginginkan dirimu kembali Asuna. Kembali disisiku, kembali menjadi milikku. Membawa aroma musim semi ke hatiku.
                       
Aku terlahir untukmu dan aku akan mencintaimu sampai mati. Di bawah langit yang sama dan tempat yang berbeda.

            Disaat malam tiba, dibawah rembulan yang bersinar terang, aku hanya bisa termenung didalam sepi. Berharap kau datang dalam mimpiku. Berharap semua tidak pernah terjadi.

            Tapi semua sudah terlambat, penyesalan yang aku rasakan adalah penyesalan terbesarku. Membiasakan diri dengan semua rasa sakit ini.

            Di musim semi yang indah ini, hatiku tetap merasakan musim dingin.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Disclaimer       : Masashi Kishimoto
Author             : Kirei No Yuki
Pair                  : Sasuke x Hinata
Rate                 : T
Genre              : Adventure/Romance(?)
Warning          : OOC, AU, Typo(s), gaje, imajinasi seadaanya, de el el..
                         Don’t like don’t read..
Promise
            “Teme, ayo keluar! Sebentar lagi putri Hinata akan lewat sini.” ujar seorang berambut kuning dengan semangat.
            “Hn, kau saja. Aku ingin mencari benda-benda yang lain.” jawab seorang pria dengan tampang dinginnya lalu pergi meninggalkan pria berambut kuning yang bernama Naruto itu.
            “Aku mulai curiga padamu teme, sebenarnya kau menyukai wanita atau tidak sih.” Keluh Naruto pelan.
            “Aku mendengar itu Dobe!”
            “Eh?! Hhehe, tak usah dihiraukan perkataanku yang tadi.” Naruto langsung pergi meninggalkan Sasuke dengan kecepatan sonic(?).
            “Fyuh, akhirnya bisa lolos juga.” Naruto melirik kebelakang memastikan Sasuke tidak mengejarnya. “Eh? Kenapa ramai sekali?” dengan wajah heran Naruto mencoba memperhatikan sekeliling. “Lho? Dimana putri Hinata?”
            “Dia hilang.” jawab salah seseorang yang berada disamping Naruto.
            “Hilang?!” Naruto segera berlari menuju kereta kuda yang biasa ditumpangi putrid Hinata. Ternyata memang tidak ada seorang pun disana, hanya ada sebuah boneka yang berukurang setengah meter.
            Di tempat lain, Sasuke masih sibuk mencari benda-benda dari tempat sampah yang bisa didaur ulang. Sasuke berbeda dengan Naruto, Sasuke tidak pernah mengeluh dengan pekerjaannya, dia yakin kalau dia bekerja keras suatu saat nanti roda akan berputar dan membuatnya berada di atas.
            Saat sedang mencari disebuah lorong yang cukup besar, dia menubruk seorang gadis yang wajahnya tertutup oleh masker dan tubuhnya tertutup oleh jubah.
            “Apa yang kau lakukan disini?”
            “Bawa aku pergi, kumohon.” ujar gadis itu dengan nada yang terdengar ketakutan.
            “Hn. Kau hanya akan merepotkanku.”
            “Aku putri Hinata, ini perintah!” Mendengar jawaban gadis itu, Sasuke sedikit terkejut.
            “Hhaha, jangan menipuku. Tidak mungkin seorang putri berada di lorong yang menjijikan ini.
            Hinata membuka masker dan jubah yang menutupi kepalanya. “Sekarang kau percaya? Ayo bawa aku!” Dengan terpaksa, Sasuke membawanya pergi. “Harus aku bawa kemana gadis ini? Hn.” keluhnya dalam hati.
            Seolah dapat membaca pikiran Sasuke, Hinata menjawab “Bawa aku ke tempat yang jauh dari istana, aku tidak ingin kembali ke istana.”
            Tanpa menjawab pekataan Hinata, Sasuke terus membawanya lari hingga sampai ke seuatu tempat. Tempatnya gelap yang hanya bermodalkan cahaya matahari. Hanya terdapat satu ruangan, satu sofa bekas, satu meja yang dibuat oleh Sasuke sendiri, dan tempat tidur yang beralaskan kardus.
            “Dimana ini? Apa ini rumahmu?”
            “Kau tidak suka? Aku bukan orang kaya yang punya rumah mewah. Kau boleh meninggalkan tempat ini.” tanpa memandang wajah Hinata, Sasuke sibuk membereskan dan menghitung barang-barang yang ia dapat.
            “Apa tidak akan ada orang yang melihatku disini?”
            “Hn. Tidak, selama kau tetap di dalam. Untuk makan, nanti akan aku bawakan. Tapi jangan harap kau akan mendapatkan makanan seperti di istana.”
            “Bisakah kau berkata sedikit lembut padaku? Nadamu seolah membenciku, padahal kita baru saja bertemu.”
            “Hn.” Sasuke langsung pergi meninggalkan tempat itu dan menutup pintu yang hanya terbuat dari seng bekas.
            “Hey, mau kemana?” suara Hinata yang dari dalam tidak terdengar oleh Sasuke. Terpaksa Hinata menurutin perkataan Sasuke untuk tetap di dalam.
            Sambil menunggu Sasuke pulang, Hinata hanya bisa termenung dan melihat sekeliling berkali-kali.
            “Aku bisa hidup mewah, tapi tenyata masih banyak rakyat yang hidup di tempat seperti ini.”
            Kembali ke Naruto. Naruto yang mengetahui Hinata tidak ada segera mencari Sasuke. Entah apa yang dipikirkannya setiap ada sesuatu yang terjadi dia selalu pergi menuju Sasuke.
            “Ah, teme! Akhirnya aku menemukanmu.” ujar Naruto terengah-engah.
            “Ada apa?”
            “Putri Hinata hilang.” mendengar berita dari Naruto, Sasuke terkejut seolah dia yang menculik Hinata.
            “Setelah pekerjaanku beres, sekitar sore hari nanti kau ke rumahku.” Tanpa menjelaskan apapun lagi, Sasuke meninggalkan Naruto dan terus mencari benda-benda bekas.
            “Susah-susah aku mencarimu dan memberutahu ini jawabanmu hanya itu, teme? Hahh, baiklah nanti aku ke rumahmu.”
            Sore hari pun tiba, Sasuke kembali ke rumahnya dan mendapati Hinata sedang tertidur sembari memegangi perutnya.
            “Hn. Dia pasti lapar.” Sasuke pun menyimpan makanan yang ia bawa disamping Hinata. Karena suara berisik yang ditimbulkan Sasuke, Hinata pun terbangun dari tidurnya. “Ah, kau sudah pulang.” senyuman lugu Hinata sukses membuat wajah Sasuke memerah.
            “Aku membawakan makanan untukmu. Maaf kalau hanya itu yang bisa aku bawa.”
            Melihat dihadapannya hanya ada nasi satu bungkus dengan lauk sepasang kaki ayam, Mata Hinata mulai dibanjiri oleh air mata. “Hanya ada satu?”
            “Iya, aku hanya bisa membeli itu. Sisa uangnya harus aku stor.”
            “Buat kamu aja, kamu yang udah kerja keras.” Hinata melontarkan senyumannya lagi.
            “Tidak, aku sudah makan tadi.”
            Mengetahui Sasuke berbohong Hinata pun mengambil nasi itu, lalu menyuapi Sasuke. Wajah Sasuke seketika memerah, karena rungan yang mulai gelap wajah merah Sasuke tidak terlihat oleh Hinata. Karena tidak bisa menolak dan memang Sasuke sedikit lapar, dia membuka mulutnya. Dan sesekali Sasuke menyuruh Hinata untuk makan juga.
            Beberapa menit pun berlalu, suara yang tidak asing bagi Sasuke terdengar dari luar.
            “Teme! Ini aku Naruto, apa kau ada di dalam?” teriak Naruto dari luar.
            “I..itu siapa?” Hinata mulai ketakutan.
            “Tenang saja, dia temanku. Dan aku rasa dia akan bisa menjaga rahasia.” Sasuke pun keluar dan membukakan pintu untuk Naruto.
            “Pu..pu..putri Hinata?!”
            “Hai.” Hinata melontarkan senyumannya pada Naruto.
            “Teme, aku tidak menyangkan. Kau diam-diam menghanyutkan.”
            “Apa maksud ucapanmu itu?!” -_-
            “Apa saja yang sudah Sasuke lakukan padamu putri?” pertanyaan polos Naruto sukses memdaratkan pukulan Sasuke di wajahnya.
            “Te..teme?” Naruto hanya bisa metintih kesakitan.
            “Namamu teme?” tanya Hinata heran.
            “Tidak, namaku Sasuke. Dan dia Naruto.”
            Mereka pun berbincang-bincang, Hinata juga menjelaskan alasnnya pergi dari istana. Naruto dengan focus memperhatikan Hinata bercerita, sedangkan Sasuke hanya memasanga wajah acuh yang padahal telinganya mendengarkan dengan seksama.
            “Tapi, jika putri terus disini. Itu akan membahayakan nyawa teme. Lihat saja, sekarang prajurit istana sudah bergerak mencarimu.”
            “…” Hinata hanya terdiam dan menundukkan kepala.
            “Jika memang ada mentri yang menganiayamu, kamukan bisa mengadu pada raja atau ratu.” tanya Sasuke yang ikut heran.
            “Percuma, ayah dan ibuku lebih percaya omongannya daripada omonganku. Mungkin bila aku mati baru mereka akan percaya.”
            “Kamu ngga boleh ngomong gitu putri, aku dan teme akan mencoba membantumu kok. Iya kan teme?”
            “Apa ada bukti fisik?”
            “Ada, sudah aku tunjukkan. Tapi tetap saja mentri itu bisa mengelak dan akhirnya ayah dan ibuku bisa percaya lagi padanya.”
            “Ya sudah, kau bisa tinggal di tempatku sampai aku bisa menemukan cara untuk menolongmu.”
            “Pilihan yang beresiko tinggi, kau tau itu teme?”
            “Lalu kau ingin aku mengembalikannya ke istana dan membiarkannya disiksa lagi?!” suara Sasuke sedikit mengeras.
            “Te..teme, aku tidak pernah melihat kau sepeduli ini sebelumnya.” ujar Naruto dalam hati.
            “Arigato, Sasuke-kun.” air mata mulai membasahi pipi Hinata.
            “Jangan pernah terlihat sedih, karena itu hanya akan membuat orang yang menyakitimu bahagia. Tersenyumlah, karena itu merupakan racum untuknya.”
            “Dengarkan dia putri, sekali dia bersungguh-sungguh kamu tidak perlu khawatir akan dikecewakan.” senyum khas Naruto, ia lontarkan pada putrid Hinata.
            Melihat Naruto dan Sasuke yang mendukungnya, Hinata mulai tersenyum dan menghapus air matanya. “Baiklah, aku akan tetap tersenyum.” ujarnya sembari tersenyum.
            Malam hari pun tiba, Naruto terpaksa menginap di rumah Sasuke. Hinata tidur di dalam dengan berselimutkan jubah yang dia pakai, sedangkan Sasuke dan Naruto tidur di luar.
***
            Cahaya matahari yang masuk ke dalam, mulai membangunkan Hinata dari tidurnya. Sedangkan Sasuke dan Naruto sudah pergi bekerja dengan meninggalkan satu buah roti tawar disamping Hinata.
            “Jika semua ini selesai, aku berjanji akan mengajukan kalian sebagai prajurit pribadiku.” senyuman Hinata benar-benar kembali. “Ah, tidak. Mungkin Sasuke akan aku ajukan sebagai mentri.” lanjutnya.
            Hinata mencoba keluar dengan mengubah cara berpakaiannya agar tidak dikenali.
            “Aku tidak mau terus diam dan membiarkan mereka bekerja untuk memberiku makan.” ujarnya dalam hati.
            Belum jauh dari tempatnya tinggal, dia melihat ada kerumunan dihadapannya. Hinata berlari menuju tempat itu dan melihat apa yang terjadi. Saat Hinata mendekati kerumunnan itu, ada seorang anak kecil yang mengenalinya dan menyebut namanya. Serentak semua pandangan tertuju padanya, Hinata segera berlari sekuar tenaga untuk kembali ke tempat Sasuke. Tapi usahanya nihil, prajurit istana sudah menghadang di depan pintu rumah Sasuke dan menangkap Hinata.
            “Sasuke, tolong aku.” Air mata mulai membasahi wajahnya, tenaganya untuk melawan tidak mampu melepaskan cengkraman erat yang melukai tangannya.
            Di tempat Sasuke.
            “Hinata?” tiba-tiba keluar nama itu dari mulutnya. Naruto yang mendengarnya hanya mengejek Sasuke.
            “Ciee. Baru juga beberapa jam pisah.”
            “Diam, dobe. Kau lanjutkan kerjamu, aku kembali ke rumah. Perasaanku tidak enak.” tanpa menunggu jawaban Naruto, Sasuke langsung berlari menuju rumahnya.
            “Ternyata teme masih normal.Hhihihi.” ejek Naruto.
            Sesampainya Sasuke di rumahnya, dia langsung masuk ke dalam rumah. Dan ternyata yang ada hanya dua orang prajurit istana yang sudah sigap menangkapnya. Barang-barang yang Sasuke bawa pun terjatuh, Sasuke tidak bisa melawan karena mereka menodongnya dengan pisau yang besar dan tajam.
            Sesampai di istana, Sasuke di lempar kehadapan raja, ratu dan Hinata.
            “Sasuke-kun.” Air mata Hinata mengalir, Hinata mencoba menghampiri Sasuke tapi tidak bisa, ada dua prajurit yang menjaga dan menghalanginya.
            “Jadi, kamu yang berani menculik putriku?!” tanya raja dengan nada tinggi.
            “Bukan dia ayah, dia..” perkataan Hinata berhenti saat mendapati mentri itu menatapnya tajam.
            “Hukum mati dia!” ujar mentri yang menyiksa Hinata.
            “Jangan!! Sasuke!!” air mata Hinata mengalir denga deras. Dia tidak bisa melakukan apa-apa.
            “Jangan menangis.” ucapan itu yang teringat oleh Hinata. Hinata berusaha menahan air matanya.
            “Kau boleh tinggal di rumahku, sampai aku menemukan cara untuk menolongmu.”
            “Jika dia sudah bersungguh-sungguh, kau tidak usah khawatir akan dikecewakan.”
            “Aku yakin kau tidak akan mati semudah itu Sasuke-kun.Aku yakin kau akan menepati janjimu.” mata Hinata hanya bisa mengikuti kemana arah Sasuke dibawa pergi.
            Di tempat hukuman. Raja, ratu beserta Hinata yang masih dikawal menyaksikan hukuman mati itu.
            “Raja, sebelum aku dipanah. Apakah aku boleh bertanya sesuatu?”
            “Diam!” ujar prajurit yang mulai mengikat tangannya.
            “Biarkan dia berbicara.” perintah raja.
            “Apa raja tau, penyabab luka yang ada dibagian tangan dan pundak putri?”
            “Ya, itu karena putriku yang kurang hati-hati hinggai ia terjatuh.” mentri yang mendengar jawaban raja menghela nafas lega.
            “Apa itu perkataan mentrimu?”
            “Kenapa kamu bisa tau?”
            “Apa Anda lebih percaya mentri yang jelas-jelas tidak ada hubungan darah dengan Anda disbanding mempercayai putri Anda sendiri?” mendengar ucapan Sasuke raja mulai berpikir.
            “Langsung bunuh saja dia raja.” ujar mentri yang dimaksud dengan wajah yang mulai ketakutan.
            “Ck, kenapa? Kamu takut kalau semuanya akan terbongkar?” kekeh Sasuke.
            “Apanya yang terbongkar? Lanjutkan omonganmu pemuda.”
            “Yang diceritakan putrid Hinata itu benar, luka yang ada ditubuhnya itu ulah salah satu mentri Anda.”
            “Dia berdusta raja, dia berbicara tanpa bukti.” bela sang mentri.
            “Ck, apa luka itu belum cukup? Dan apa Anda menghukum mati aku juga ada bukti? Jika Anda bisa bisa berbicara luka itu karena putri terjatuh. Aku juga bisa saja berbicara, kalau rumah itu rumah temanku. Setimpal bukan? Kita sama-sama mengelak dari kenyataan.”
            “Dan asal raja tau, putri Anda pergi dari istana karena perbuatan mentri Anda sendiri.”
            “Anak itu. Bunuh dia!!!” suara lantang dari mentri itu membuat semua orang yang melihat gempar.
            “Hentikan! Lepaskan pemuda itu.” ujar raja.
            “Tapi, raja..”
            “Dan bawa mentri itu ke penjara bawah tanah!” lanjut raja.
            Sasuke pun dilepaskan dari ikatannya, Hinata berlari menuju Sasuke.
            “Arigato, Sasuke-kun.” ujar Hinata menangis bahagia lalu memeluk Sasuke.
            Keesokan harinya, Hinata menepati janjinya menjadikan Sasuke sebagai mentri dan Naruto sebagai prajurit. Mentri yang menganiaya Hinata pun dijatuhkan hukuman mati. Dia merintih dan berkali-kali berteriak memohon maaf pada Hinata.
            “Bebaskan dia ayah.”
            “Hinata?”
            Hinata hanya membalas keheranan ayahnya dengan senyumannya.
            “Bebaskan dia.” perintah raja.
            “Terimakasih putrid Hinata, maafkan aku karena selalu melampiaskan amarahku padamu. Terimakasih putrid Hinata.” ujar mentri itu dengan mengeluarkan air mata dan berlutut pada Hinata.
            “Bangunlah. Aku sudah memaafkanmu.”
            Hari itu menjadi hari yang sangat bahagia bagi kerajaan, mentri itu dibebaskan tapi tetap tidak diangkat menjadi mentri lagi. Naruto bangga memakai pakaian prajurit istana. Sasuke bahagia karena akhirnya masalah Hinata selesai. Raja dan ratu pun bahagia, karena putri Hinata telah kembali ke istana.
            Dibalik kegembiraan yang ada di istana, Sasuke malah pergi ke halaman belakang istana.
“Roda itu sudah berputar.” ujarnya dalam hati sembari menatap langit.
“Terimakasih sudah menepati janjimu, Sasuke-kun.” ujar Hinata yang mengejutkan Sasuke.
“Hn. Aku ingin berbicara sesuatu padamu.” wajah Sasuke memerah.
“Apa?” jantung Hinata mulai berdetak kencang.
Tamat(?)
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Lagi-Lagi
Disclaimer       : Masashi Kishimoto
Author              : Ru'fatiani
Pair                  : Sakura. H & Gaara
Genre              : Hurt/Romance
Warning          : OOC, Typo(s), gaje, romancenya & hurtnya ngga dapet(?), dll.

Chapter sebelumnya..
 “Ngga Sakura! Aku ngga mungkin sama dia. Aku suka sama kamu!” ujar Gaara dengan pandangan yang menatap tajam pada mata Sakura. Sakura hanya terdiam dan terkejut mendengarkan perkataan Gaara yang tiba-tiba itu.
            “Aku udah nyaman ada disamping kamu, kamu tipe perempuan yang aku cari Sakura.” ujar Gaara meraih tangan Sakura.
            “Gaara…”

Lagi-Lagi Chapter 3

            “Sakura, kamu mau jadi pacar aku?” tanya Gaara dengan wajah serius untuk meyakinkan Sakura.
            “Ta..tapi kita belum lama kenal.”
            “Dari awal melihatmu aku sudah menaruh rasa padamu, hanya saja aku terlalu pengecut dan baru berani mangatakannya sekrang.”
            “Beri aku waktu Gaara-kun.” ujar Sakura dengan suara lirih dan pergi meninggalkan Gaara.
            “Moga berita baik yang akan aku dengar nanti.” ujar Gaara pelan, tapi cukup untuk didengar Sakura yang jaraknya belum terlalu jauh.
            “Kenapa denganku, padahal dari dulu kata itu yang ingin aku dengar darinya tapi saat iya mengatakannya kenapa aku menghindar.” keluh Sakura dalam hati. Tanpa memperhatikan jalan, Sakura terus berjalan mengukiti langkah kakinya. Tanpa sadar Sakura menabrak seorang gadis berambut coklat.
            “Ma..maf, aku tidak sengaja.” ujar Sakura yang tersadar dari lamunannya.
            “Eh? Ngga apa-apa kak. Mungkin aku yang jalannya tidak lihat-lihat.” Ujar gadis itu dengan senyuman manisnya, senyuman yang polos yang membuat Gaara tertarik pada senyumannya.
            “Matsuri?” lirih Sakura pelan tapi cukup terdengar oleh Matsuri.
            “Kakak tau namaku?” tanya Matsuri heran. Karena dia sendiri baru bertemu Sakura hari ini.
            “Ah, iya. Temanku ada yang mengenalmu.”
            “Siapa kak? O iya nama kakak siapa?”
            “Sakura! Darimana saja ka….?” ujar seorang pria berambut merah dengan nada yang sedikit berteriak, tapi kata-katanya terpotong saat melihat Sakura bersama Matsuri.
            “Nah, itu dia temanku yang mengenalmu.” jawab Sakura tersenyum.
            “Ayo Sakura.” dengan wajah datar Gaara menarik tangan Sakura dan membawanya ke kelas.
            “Gaara-kun.” lirih gadis berambut coklat itu sambil memperhatikan tangan Gaara yang memegang erat tangan Sakura.
            Sesampai di kelas, sifat Gaara tiba-tiba berubah. Sifat dinginya datang lagi termasuk dingin pada Sakura seolah tidak pernah terucap kata suka dari pria itu.
            “Sifatnya berubah, apa sebelumnya Gaara mempunyai hubungan dekat dengan gadis itu.” tanya Sakura dalam hati dengan mata yang terfokus pada Gaara. Gaara yang terus memperhatikan guru tidak menyadari bahwa gadis merah muda itu sedang memandanginya.
            “Mata melihat ke depan tapi pikiran berada di tempat lain, terpancar sekali dari parasmu Gaara-kun.” lirih Sakura.
            Bel waktu tanda pelajaran berakhir pun bunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas. Kecuali Gaara dan Sakura, terlihat Gaara mulai membereskan buku-bukunya sedangkan Sakura masih memperhatikan Gaara dan mencoba menebak apa yang Gaara pikirkan tentang gadis itu.
            Karena sudah lama diperhatikan Gaara pun menyadarinya.
            “Ayo cepat bereskan buku-bukumu. Apa dengan memperhatikanku terus buku-bukumu bisa masuk ke dalam tasmu dengan sendirinya?” ujar Gaara yang masih sibuk dengan barang-barangnya.
            “Eh?! Baik.” jawab Sakura dengan wajah yang memerah dan mulai membereskan buku-bukunya.
            Merekapun keluar dari kelas bersama, dengan Gaara yang berjalan di depan Sakura. Setelah sampai di luar kelas Gaara memperlambat jalannya, dengan niat agar bisa berjalan berdampingan dengan Sakura. Sakura yang sedari tadi memperhatikan Gaara dari belakang terkejut dan langsung tertunduk dengan wajah yang memerah.
            “Apa kamu sudah menemukan jawabannya?” tanya Gaara dengan mata yang tetap fokus ke depan.
            “Eh? Em.. Malam ini  pasti akan ku jawab.” Jawab Sakura gugup dengan sejenak menghentikan langkahnya sembari menunduk.
            Melihat Sakura yang menghentikan langkahnya sejenak, Gaara membalikkan badannya dan menuju ke arah Sakura. “Pikirkan baik-baik, jangan sampai menimbulkan penyesalan dimasa yang akan datang.” ujar Gaara dengan senyumannya lalu memegang pundak Sakura dengan kedua tangannya dan mengecup kening Sakura.
            Sakura hanya menjawab perkataan Gaara dengan anggukkan kepalanya.
***
            Merekapun sampai di rumah Sakura.
            “Mau mampir dulu?”
            “Tidak usah terimakasih, aku ada perlu setelah ini. Mungkin lain kali.”
            “Baiklah, hati-hati di jalan ya.”
            “Iya, Sakura.” ujar Gaara dengan sedikit mengacak-ngacak rambut merah muda Sakura, lalu pergi meninggalkan Sakura.
            Wajah Sakura langsung memerah dan tidak bisa mengatakan apa-apa. Sakura hanya bisa memperhatikan Gaara sampai lepas dari pandangannya, lalu masuk ke dalam rumah.
            “Mungkin dia orang yang baik, mungkin dia berbeda dengan Itachi.” Ujar Sakura dalam hati saat berjalan menuju rumahnya.
            Saat masuk ke rumah, Sakura langsung menuju kamarnya. Memikirnya dengan baik-baik apa jawaban yang akan ia lontarkan pada Gaara nanti malam. Dia menyukai Gaara, tapi rasa sakit dimasa lalunya yang membuat ia takut untuk menerima Gaara. Sudah berkali-kali berpikir positif tentang Gaara tapi tetap bayangan masa lalunya datang dan membuatnya ragu. Sesekali Sakura menangis mengingat apa yang dilakukan Itachi padanya.
            Sore hari pun tiba, Sakura masih mengurung diri di kamarnya. Panggilan dari ibunya yang menyuruhnya makan pun ia tolak. Sampai akhirnya ada seorang pria yang umurnya lebih tua dari Sakura dan berambut panjang hitam bertamu ke rumahnya, dengan kaki sebelah kanan yang masih memakai gips.
            “Oh, Itachi. Tante kira siapa. Apa yang terjadi sama kamu?”
            “Cuma kecelakaan kecil tante, Sakura ada?”
            “Daritadi dia ada di kamarnya, bentar tante coba susul.”
            Saat ibu Sakura menyusul Sakura ke atas, Itachi hanya duduk di sofa rumah Sakura. “Suasana rumah ini masih sama seperti dulu.” ujarnya sembari melihat sekeliling.
            “Sakura! Ada Itachi tuh. Kamu kenapa sih, dari tadi di dalam, ada masalah sama teman-teman kamu? Ayo cerita sama mama.” ujar ibu Sakura yang mengetuk pintu kama Sakura dari luar.
            “Itachi? Darimana dia tau rumahku?” tanyanya dalam hati. “Sakura lagi ngga mau ketemu dia ma.” teriak Sakura dari dalam.
            “Kasihan dia Sakura, sepertinya dia sudah mengalami kecelakaan.”
            “Kecelakaan? Apa lukanya belum sembuh?” dengan reflek Sakura berlari kecil menuju pintu kamarnya. Saat sudah memegang gagang pintu, Sakura sempat terdiam. “Kenapa rasa khawatir ini masih ada?” Perlahan Sakura membuka pintu dan mendapati ibunya sedang memasang wajah cemas.
            “Akhirnya kamu keluar juga Sakura, langsung makan ya. Nanti mama siapkan makan buat kamu dan Itachi.” ibu Sakura langsung memeluk Sakura dan mencium keningnya. “Sekarang kamu temui Itachi, mama ke dapur dulu.”
            Sakura pun perlahan menuruni tangga. “Apa aku sudah siap melihatnya? Apa aku sudah siap berbicara dengannya lagi setelah semua ini? Kenapa waktu itu kamu tega melakukan itu padaku Itachi?” air mata Sakura mulai membanjiri matanya.
            “Ah, Sakura akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi.” senyuman mulai terpancar di wajah Itachi.
            “Mau apa kamu kesini?!” ketus Sakura lalu duduk di sofa yang berada di depan Itachi.
            “Aku tau aku salah, aku minta maaf Sakura. Aku kesini hanya ingin bertemu denganmu, kecelakaan yang membuatku seperti ini juga karena aku dihantui rasa bersalahku padamu yang membuatku tidak konsentrasi pada jalan.”
            “Aku sudah memaafkanmu, jadi kamu bisa pergi sekarang.”
            “Aku ingin kita seperti dulu lagi Sakura. Walaupun kamu sudah bukan milikku.” itachi mulai mencoba meraih tangan Sakura.
            “Hati ini sudah terlalu sakit.” Sakura melepaskan tangannya dari genggaman Itachi.
            “Maafkan aku Sakura.” perlahan air mata mengalir di wajah Itachi.
            “Aku sudah bahagia disini, setidaknya disini ada seseorang yang lebih bisa menghargaiku.” mendengar omongan Sakura, Itachi hanya bisa terdiam dan meundukkan kepalanya. “Sebaiknya kamu pergi dari sini, sebelum aku berubah pikiran untuk tidak memaafkanmu.”
            “Meskipun aku bersamanya, hatiku tetap milikmu Sakura.” ujar Itachi, sembari berusaha berjalan ke arah pintu.
            “Lupakan semuanya, bahagialah dengannya.” Sakura mulai membantu Itachi berjalan keluar, sampai menemukan mobil untuk kembali ke Osaka.
            “Aku tidak dapat percaya semua omonganmu lagi Itachi-san, maaf.” ujar Sakura dalam hati lalu menuju rumahnya lagi.
            “Kemana Itachi?” tanya ibu Sakura heran.
            “Dia sudah pulang. O iya, mana makanannya ma? Anak mama yang cantik ini sudah lapar.” canda Sakura, seolah menutup rasa sakit yang ada di hatinya.
            “Makanya jangan coba-coba ngurung diri di kamar lagi, tuh udah mama siapin di meja makan, yang punya Itachi juga sudah mama siapkan.”
            “Itachinya kan sudah pulang, jadi Sakura makan bareng mama saja ya.” senyum diwajah Sakura sukses menutupi rasa sakitnya, yang membuat ibunya ikut tersenyum melihatnya.
            “Baiklah.”
            Malam hari pun tiba, dan sepertinya Sakura sudah menemukan jawaban yang tepat untuk dia berikan pada Gaara. Saat Sakura melihat handphonenya ternyata banyak sms dan panggilan tak terjawab dari Gaara.
            “Hhehe, kamu udah ngga sabar ya?” ejek Sakura pada layar handphonenya. Sakura pun mencoba menelpon Gaara.
            “Hallo? Darimana saja telponku ngga diangkat?”
            “Aku ngga tau handphoneku bunyi, soalnya aku simpen di kamar. Maaf, hhehe.”
            “Haddeh, kamu membuatku cemas tau. Terus gimana?”
            “Gimana apanya?” goda Sakura.
            “Masalah tadi siang?” terdengar suara Gaara yang mulai tak sabar.
            “Mmm.. Jawabannya..”
            “Apa?” dibalik telpon Gaara mulai berkeringat dingin.
            “Aku mau jadi pacar kamu, Gaara-kun.”
            “Sudah aku duga, arigato sakura-chan.” ujar Gaara dengan senyum dibalik telepon dan hati yang berpesta pora(?).
            “Eh? Kamu sudah menduganya?”
            “Yaps, ngga mungkin kamu bisa menolakku. Hhaha.” ejek Gaara.
            Merekapun terus berbincang lewat telepon hingga larut malam, terlihat wajah bahagia yang menghiasi mereka berdua. Meskipun masih ada keganjalan di hati Gaara. Dan masih ada trauma di hati Sakura.
To Be Continue
Apakah Sakura akan bahagia berhubungan dengan Gaara? Dan sebenarnya apa masalah dimasa lalu Sakura sehingga dia takut untuk memulai hubungan yang baru?
Nantikan chapter berikutnya. J

Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Newer Posts
Older Posts

Follow Us

  • deviantart
  • instagram
  • twitter
  • wattpad

recent posts

Sponsor

Blog Archive

  • November 2017 (1)
  • June 2017 (1)
  • May 2017 (1)
  • November 2016 (1)
  • September 2016 (1)
  • August 2016 (3)
  • June 2015 (1)
  • November 2014 (1)
  • August 2014 (4)
  • May 2013 (3)
  • March 2013 (2)
  • January 2013 (1)
  • November 2012 (2)
  • September 2012 (1)
  • August 2012 (4)
  • November 2011 (1)

Pengunjung

I am in Google+

Unknown
View my complete profile

Followers

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates