Promise
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Author : Kirei No Yuki
Pair :
Sasuke x Hinata
Rate :
T
Genre : Adventure/Romance(?)
Warning : OOC, AU, Typo(s), gaje, imajinasi seadaanya, de el el..
Don’t like don’t read..
Promise
“Teme,
ayo keluar! Sebentar lagi putri Hinata akan lewat sini.” ujar seorang berambut
kuning dengan semangat.
“Hn,
kau saja. Aku ingin mencari benda-benda yang lain.” jawab seorang pria dengan
tampang dinginnya lalu pergi meninggalkan pria berambut kuning yang bernama
Naruto itu.
“Aku
mulai curiga padamu teme, sebenarnya kau menyukai wanita atau tidak sih.” Keluh
Naruto pelan.
“Aku
mendengar itu Dobe!”
“Eh?!
Hhehe, tak usah dihiraukan perkataanku yang tadi.” Naruto langsung pergi
meninggalkan Sasuke dengan kecepatan sonic(?).
“Fyuh,
akhirnya bisa lolos juga.” Naruto melirik kebelakang memastikan Sasuke tidak
mengejarnya. “Eh? Kenapa ramai sekali?” dengan wajah heran Naruto mencoba
memperhatikan sekeliling. “Lho? Dimana putri Hinata?”
“Dia
hilang.” jawab salah seseorang yang berada disamping Naruto.
“Hilang?!”
Naruto segera berlari menuju kereta kuda yang biasa ditumpangi putrid Hinata.
Ternyata memang tidak ada seorang pun disana, hanya ada sebuah boneka yang
berukurang setengah meter.
Di
tempat lain, Sasuke masih sibuk mencari benda-benda dari tempat sampah yang
bisa didaur ulang. Sasuke berbeda dengan Naruto, Sasuke tidak pernah mengeluh
dengan pekerjaannya, dia yakin kalau dia bekerja keras suatu saat nanti roda
akan berputar dan membuatnya berada di atas.
Saat
sedang mencari disebuah lorong yang cukup besar, dia menubruk seorang gadis
yang wajahnya tertutup oleh masker dan tubuhnya tertutup oleh jubah.
“Apa
yang kau lakukan disini?”
“Bawa
aku pergi, kumohon.” ujar gadis itu dengan nada yang terdengar ketakutan.
“Hn.
Kau hanya akan merepotkanku.”
“Aku
putri Hinata, ini perintah!” Mendengar jawaban gadis itu, Sasuke sedikit
terkejut.
“Hhaha,
jangan menipuku. Tidak mungkin seorang putri berada di lorong yang menjijikan
ini.
Hinata
membuka masker dan jubah yang menutupi kepalanya. “Sekarang kau percaya? Ayo
bawa aku!” Dengan terpaksa, Sasuke membawanya pergi. “Harus aku bawa kemana
gadis ini? Hn.” keluhnya dalam hati.
Seolah
dapat membaca pikiran Sasuke, Hinata menjawab “Bawa aku ke tempat yang jauh
dari istana, aku tidak ingin kembali ke istana.”
Tanpa
menjawab pekataan Hinata, Sasuke terus membawanya lari hingga sampai ke seuatu
tempat. Tempatnya gelap yang hanya bermodalkan cahaya matahari. Hanya terdapat
satu ruangan, satu sofa bekas, satu meja yang dibuat oleh Sasuke sendiri, dan
tempat tidur yang beralaskan kardus.
“Dimana
ini? Apa ini rumahmu?”
“Kau
tidak suka? Aku bukan orang kaya yang punya rumah mewah. Kau boleh meninggalkan
tempat ini.” tanpa memandang wajah Hinata, Sasuke sibuk membereskan dan
menghitung barang-barang yang ia dapat.
“Apa
tidak akan ada orang yang melihatku disini?”
“Hn.
Tidak, selama kau tetap di dalam. Untuk makan, nanti akan aku bawakan. Tapi
jangan harap kau akan mendapatkan makanan seperti di istana.”
“Bisakah
kau berkata sedikit lembut padaku? Nadamu seolah membenciku, padahal kita baru
saja bertemu.”
“Hn.”
Sasuke langsung pergi meninggalkan tempat itu dan menutup pintu yang hanya
terbuat dari seng bekas.
“Hey,
mau kemana?” suara Hinata yang dari dalam tidak terdengar oleh Sasuke. Terpaksa
Hinata menurutin perkataan Sasuke untuk tetap di dalam.
Sambil
menunggu Sasuke pulang, Hinata hanya bisa termenung dan melihat sekeliling berkali-kali.
“Aku
bisa hidup mewah, tapi tenyata masih banyak rakyat yang hidup di tempat seperti
ini.”
Kembali
ke Naruto. Naruto yang mengetahui Hinata tidak ada segera mencari Sasuke. Entah
apa yang dipikirkannya setiap ada sesuatu yang terjadi dia selalu pergi menuju
Sasuke.
“Ah,
teme! Akhirnya aku menemukanmu.” ujar Naruto terengah-engah.
“Ada
apa?”
“Putri
Hinata hilang.” mendengar berita dari Naruto, Sasuke terkejut seolah dia yang
menculik Hinata.
“Setelah
pekerjaanku beres, sekitar sore hari nanti kau ke rumahku.” Tanpa menjelaskan
apapun lagi, Sasuke meninggalkan Naruto dan terus mencari benda-benda bekas.
“Susah-susah
aku mencarimu dan memberutahu ini jawabanmu hanya itu, teme? Hahh, baiklah
nanti aku ke rumahmu.”
Sore
hari pun tiba, Sasuke kembali ke rumahnya dan mendapati Hinata sedang tertidur
sembari memegangi perutnya.
“Hn.
Dia pasti lapar.” Sasuke pun menyimpan makanan yang ia bawa disamping Hinata.
Karena suara berisik yang ditimbulkan Sasuke, Hinata pun terbangun dari
tidurnya. “Ah, kau sudah pulang.” senyuman lugu Hinata sukses membuat wajah
Sasuke memerah.
“Aku
membawakan makanan untukmu. Maaf kalau hanya itu yang bisa aku bawa.”
Melihat
dihadapannya hanya ada nasi satu bungkus dengan lauk sepasang kaki ayam, Mata
Hinata mulai dibanjiri oleh air mata. “Hanya ada satu?”
“Iya,
aku hanya bisa membeli itu. Sisa uangnya harus aku stor.”
“Buat
kamu aja, kamu yang udah kerja keras.” Hinata melontarkan senyumannya lagi.
“Tidak,
aku sudah makan tadi.”
Mengetahui
Sasuke berbohong Hinata pun mengambil nasi itu, lalu menyuapi Sasuke. Wajah
Sasuke seketika memerah, karena rungan yang mulai gelap wajah merah Sasuke
tidak terlihat oleh Hinata. Karena tidak bisa menolak dan memang Sasuke sedikit
lapar, dia membuka mulutnya. Dan sesekali Sasuke menyuruh Hinata untuk makan
juga.
Beberapa
menit pun berlalu, suara yang tidak asing bagi Sasuke terdengar dari luar.
“Teme!
Ini aku Naruto, apa kau ada di dalam?” teriak Naruto dari luar.
“I..itu
siapa?” Hinata mulai ketakutan.
“Tenang
saja, dia temanku. Dan aku rasa dia akan bisa menjaga rahasia.” Sasuke pun
keluar dan membukakan pintu untuk Naruto.
“Pu..pu..putri
Hinata?!”
“Hai.”
Hinata melontarkan senyumannya pada Naruto.
“Teme,
aku tidak menyangkan. Kau diam-diam menghanyutkan.”
“Apa
maksud ucapanmu itu?!” -_-
“Apa
saja yang sudah Sasuke lakukan padamu putri?” pertanyaan polos Naruto sukses
memdaratkan pukulan Sasuke di wajahnya.
“Te..teme?”
Naruto hanya bisa metintih kesakitan.
“Namamu
teme?” tanya Hinata heran.
“Tidak,
namaku Sasuke. Dan dia Naruto.”
Mereka
pun berbincang-bincang, Hinata juga menjelaskan alasnnya pergi dari istana.
Naruto dengan focus memperhatikan Hinata bercerita, sedangkan Sasuke hanya
memasanga wajah acuh yang padahal telinganya mendengarkan dengan seksama.
“Tapi,
jika putri terus disini. Itu akan membahayakan nyawa teme. Lihat saja, sekarang
prajurit istana sudah bergerak mencarimu.”
“…”
Hinata hanya terdiam dan menundukkan kepala.
“Jika
memang ada mentri yang menganiayamu, kamukan bisa mengadu pada raja atau ratu.”
tanya Sasuke yang ikut heran.
“Percuma,
ayah dan ibuku lebih percaya omongannya daripada omonganku. Mungkin bila aku
mati baru mereka akan percaya.”
“Kamu
ngga boleh ngomong gitu putri, aku dan teme akan mencoba membantumu kok. Iya
kan teme?”
“Apa
ada bukti fisik?”
“Ada,
sudah aku tunjukkan. Tapi tetap saja mentri itu bisa mengelak dan akhirnya ayah
dan ibuku bisa percaya lagi padanya.”
“Ya
sudah, kau bisa tinggal di tempatku sampai aku bisa menemukan cara untuk
menolongmu.”
“Pilihan
yang beresiko tinggi, kau tau itu teme?”
“Lalu
kau ingin aku mengembalikannya ke istana dan membiarkannya disiksa lagi?!”
suara Sasuke sedikit mengeras.
“Te..teme,
aku tidak pernah melihat kau sepeduli ini sebelumnya.” ujar Naruto dalam hati.
“Arigato,
Sasuke-kun.” air mata mulai membasahi pipi Hinata.
“Jangan
pernah terlihat sedih, karena itu hanya akan membuat orang yang menyakitimu
bahagia. Tersenyumlah, karena itu merupakan racum untuknya.”
“Dengarkan
dia putri, sekali dia bersungguh-sungguh kamu tidak perlu khawatir akan
dikecewakan.” senyum khas Naruto, ia lontarkan pada putrid Hinata.
Melihat
Naruto dan Sasuke yang mendukungnya, Hinata mulai tersenyum dan menghapus air
matanya. “Baiklah, aku akan tetap tersenyum.” ujarnya sembari tersenyum.
Malam
hari pun tiba, Naruto terpaksa menginap di rumah Sasuke. Hinata tidur di dalam
dengan berselimutkan jubah yang dia pakai, sedangkan Sasuke dan Naruto tidur di
luar.
***
Cahaya
matahari yang masuk ke dalam, mulai membangunkan Hinata dari tidurnya.
Sedangkan Sasuke dan Naruto sudah pergi bekerja dengan meninggalkan satu buah
roti tawar disamping Hinata.
“Jika
semua ini selesai, aku berjanji akan mengajukan kalian sebagai prajurit
pribadiku.” senyuman Hinata benar-benar kembali. “Ah, tidak. Mungkin Sasuke akan
aku ajukan sebagai mentri.” lanjutnya.
Hinata
mencoba keluar dengan mengubah cara berpakaiannya agar tidak dikenali.
“Aku
tidak mau terus diam dan membiarkan mereka bekerja untuk memberiku makan.”
ujarnya dalam hati.
Belum
jauh dari tempatnya tinggal, dia melihat ada kerumunan dihadapannya. Hinata
berlari menuju tempat itu dan melihat apa yang terjadi. Saat Hinata mendekati
kerumunnan itu, ada seorang anak kecil yang mengenalinya dan menyebut namanya.
Serentak semua pandangan tertuju padanya, Hinata segera berlari sekuar tenaga
untuk kembali ke tempat Sasuke. Tapi usahanya nihil, prajurit istana sudah
menghadang di depan pintu rumah Sasuke dan menangkap Hinata.
“Sasuke,
tolong aku.” Air mata mulai membasahi wajahnya, tenaganya untuk melawan tidak
mampu melepaskan cengkraman erat yang melukai tangannya.
Di
tempat Sasuke.
“Hinata?”
tiba-tiba keluar nama itu dari mulutnya. Naruto yang mendengarnya hanya
mengejek Sasuke.
“Ciee.
Baru juga beberapa jam pisah.”
“Diam,
dobe. Kau lanjutkan kerjamu, aku kembali ke rumah. Perasaanku tidak enak.”
tanpa menunggu jawaban Naruto, Sasuke langsung berlari menuju rumahnya.
“Ternyata
teme masih normal.Hhihihi.” ejek Naruto.
Sesampainya
Sasuke di rumahnya, dia langsung masuk ke dalam rumah. Dan ternyata yang ada
hanya dua orang prajurit istana yang sudah sigap menangkapnya. Barang-barang
yang Sasuke bawa pun terjatuh, Sasuke tidak bisa melawan karena mereka
menodongnya dengan pisau yang besar dan tajam.
Sesampai
di istana, Sasuke di lempar kehadapan raja, ratu dan Hinata.
“Sasuke-kun.”
Air mata Hinata mengalir, Hinata mencoba menghampiri Sasuke tapi tidak bisa,
ada dua prajurit yang menjaga dan menghalanginya.
“Jadi,
kamu yang berani menculik putriku?!” tanya raja dengan nada tinggi.
“Bukan
dia ayah, dia..” perkataan Hinata berhenti saat mendapati mentri itu menatapnya
tajam.
“Hukum
mati dia!” ujar mentri yang menyiksa Hinata.
“Jangan!!
Sasuke!!” air mata Hinata mengalir denga deras. Dia tidak bisa melakukan
apa-apa.
“Jangan
menangis.” ucapan itu yang teringat oleh Hinata. Hinata berusaha menahan
air matanya.
“Kau
boleh tinggal di rumahku, sampai aku menemukan cara untuk menolongmu.”
“Jika
dia sudah bersungguh-sungguh, kau tidak usah khawatir akan dikecewakan.”
“Aku
yakin kau tidak akan mati semudah itu Sasuke-kun.Aku yakin kau akan menepati
janjimu.” mata Hinata hanya bisa mengikuti kemana arah Sasuke dibawa pergi.
Di
tempat hukuman. Raja, ratu beserta Hinata yang masih dikawal menyaksikan
hukuman mati itu.
“Raja,
sebelum aku dipanah. Apakah aku boleh bertanya sesuatu?”
“Diam!”
ujar prajurit yang mulai mengikat tangannya.
“Biarkan
dia berbicara.” perintah raja.
“Apa
raja tau, penyabab luka yang ada dibagian tangan dan pundak putri?”
“Ya,
itu karena putriku yang kurang hati-hati hinggai ia terjatuh.” mentri yang
mendengar jawaban raja menghela nafas lega.
“Apa
itu perkataan mentrimu?”
“Kenapa
kamu bisa tau?”
“Apa
Anda lebih percaya mentri yang jelas-jelas tidak ada hubungan darah dengan Anda
disbanding mempercayai putri Anda sendiri?” mendengar ucapan Sasuke raja mulai
berpikir.
“Langsung
bunuh saja dia raja.” ujar mentri yang dimaksud dengan wajah yang mulai
ketakutan.
“Ck,
kenapa? Kamu takut kalau semuanya akan terbongkar?” kekeh Sasuke.
“Apanya
yang terbongkar? Lanjutkan omonganmu pemuda.”
“Yang
diceritakan putrid Hinata itu benar, luka yang ada ditubuhnya itu ulah salah
satu mentri Anda.”
“Dia
berdusta raja, dia berbicara tanpa bukti.” bela sang mentri.
“Ck,
apa luka itu belum cukup? Dan apa Anda menghukum mati aku juga ada bukti? Jika
Anda bisa bisa berbicara luka itu karena putri terjatuh. Aku juga bisa saja
berbicara, kalau rumah itu rumah temanku. Setimpal bukan? Kita sama-sama
mengelak dari kenyataan.”
“Dan
asal raja tau, putri Anda pergi dari istana karena perbuatan mentri Anda
sendiri.”
“Anak
itu. Bunuh dia!!!” suara lantang dari mentri itu membuat semua orang yang
melihat gempar.
“Hentikan!
Lepaskan pemuda itu.” ujar raja.
“Tapi,
raja..”
“Dan
bawa mentri itu ke penjara bawah tanah!” lanjut raja.
Sasuke
pun dilepaskan dari ikatannya, Hinata berlari menuju Sasuke.
“Arigato,
Sasuke-kun.” ujar Hinata menangis bahagia lalu memeluk Sasuke.
Keesokan
harinya, Hinata menepati janjinya menjadikan Sasuke sebagai mentri dan Naruto
sebagai prajurit. Mentri yang menganiaya Hinata pun dijatuhkan hukuman mati.
Dia merintih dan berkali-kali berteriak memohon maaf pada Hinata.
“Bebaskan
dia ayah.”
“Hinata?”
Hinata
hanya membalas keheranan ayahnya dengan senyumannya.
“Bebaskan
dia.” perintah raja.
“Terimakasih
putrid Hinata, maafkan aku karena selalu melampiaskan amarahku padamu.
Terimakasih putrid Hinata.” ujar mentri itu dengan mengeluarkan air mata dan
berlutut pada Hinata.
“Bangunlah.
Aku sudah memaafkanmu.”
Hari
itu menjadi hari yang sangat bahagia bagi kerajaan, mentri itu dibebaskan tapi
tetap tidak diangkat menjadi mentri lagi. Naruto bangga memakai pakaian prajurit
istana. Sasuke bahagia karena akhirnya masalah Hinata selesai. Raja dan ratu
pun bahagia, karena putri Hinata telah kembali ke istana.
Dibalik
kegembiraan yang ada di istana, Sasuke malah pergi ke halaman belakang istana.
“Roda
itu sudah berputar.” ujarnya dalam hati sembari menatap langit.
“Terimakasih
sudah menepati janjimu, Sasuke-kun.” ujar Hinata yang mengejutkan Sasuke.
“Hn.
Aku ingin berbicara sesuatu padamu.” wajah Sasuke memerah.
“Apa?”
jantung Hinata mulai berdetak kencang.
Tamat(?)
0 comments