• Home
  • Fanfictions
    • Naruto
    • Sword Art Online
  • Short Stories
    • Teens
    • Romance
    • Comedy
facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

Ru'fatiani Blog

Disclaimer    : Masashi Kishimoto
Genre            : Hurt & Romance (mungkin xd)
Pair               : NaruHina
Warning        : OOC, Typo(s), gaje, de el el.

Warna – Warni Cinta

Di atas gedung Konoha High School, terlihat seorang siswa berambut kuning yang biasa dipanggil rambut durian alias Naruto.
“Hey, ngapain kamu ngelamun disini? Ngelamunin Hinata?” ujar Gaara.
“Sakura.” jawab Naruto dengan wajah sayu.
“Heh, inget pacar kamu itu Hinata bukan Sakura.”
“Aku tau, tapi aku belum bisa mencintai Hinata.”
“Huft, kenapa Hinata harus suka sama kamu yang ngga bisa ngehargai perasaanya.”
“Bukan gitu Ra, tapi….”
“Tapi apa? Hinata udah baik sama kamu, tapi apa balasan kamu? Sakura itu Cuma suka sama Sasuke.”
Merdengar Gaara menyebut nama Sasuke, Naruto hanya bisa diam dan termenung.
Keesokan harinya, Hinata mengajak Naruto pergi ke taman di tengah kota.
            “Mau apa kita ke sini?” tanya Naruto.
“Aku mau nunjukin sesuatu sama kamu.” jawab Hinata dengan senyum yang menghiasi bibirnya, lalu menarik Naruto ke tempat dimana kejutan itu berada.
Sesampai di tempat tujuan.
“Nah udah nyampe.” ujar Hinata.
“Ini… Ini pohon sakurakan?”
Hinata hanya menganggukan kepalanya.
“Kenapa kamu membawaku ke sini?”
“Sakura sering datang kesini.”
“Maksud kamu?”
“Aku tau kamu ngga benar – benar suka sama aku, orang yang ada di hati kamu hanya Sakura. Jadi aku akan membantumu untuk ngedapetin dia.” ujar Hinata dengan air mata yang mulai membanjiri matanya.
“Hinata.” ujar Naruto kagum dan mengusap air mata Hinata.
“Tapi, biarkan aku untuk tetap menjadi kekasihmu sampai kamu mendapatkan Sakura.”
“Pasti.” ujar Naruto lalu memeluk Hinata. “Maafkan aku Hinata.” ujarnya dalam hati.
            Keesokan harinya, Hinata mulai mencari cara agar Naruto bisa bersama Sakura. Walau hatinya sakit, tapi dia tidak mau kalau pria yang dicintainya harus menjadi kekasihnya dengan keadaan terpaksa.
            Tetapi, cukup sulit menyatukan Naruto dan Sakura. Karena disisi lain Sakura sedang mendekati Sasuke.
            “Sasuke, kita ke taman belakang yuk.” ujar gadis berambut merah jambu, yaitu Sakura.
“Ke taman belakang? Setauku disana tempatnya biasa aja. Mending kita ke taman kota, setelah pulang sekolah nanti. Gimana?” jawab Sasuke.
“Mmmhh, boleh.” terlihat senyum Sakura melebar.
Tiba – tiba Hinata datang.
“Hai, Hinata.” sapa Sasuke dengan senyuman manisnya.
“Mmhh, hai.” Ujar Hinata.
“O iya, Sakura aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” lanjut Hinata.
“Apa?” ketus Sakura.
Hinata pun menarik Sakura keluar ruangan.
“Apaan sih?” ketus Sakura lagi.
“Naruto benar – benar sayang sama kamu, dia baik kok. Kamu sama dia aja ya?”
“Maksud kamu apa? Bilang aja kamu mau ngerebut Sasuke dari aku kan? Aku tau Sasuke nyimpen perasaan sama kamu, tapi nyadar donk kamu udah punya pacar. Pake nyuruh buat ngerebut pacar kamu segala.” sentak Sakura.
“Sakura! Maksud kamu apa nyentak Hinata?” tiba – tiba Naruto datang.
“Tanya aja sama pacarmu.” ketus Sakura lalu masuk ke kelas lagi.
“Sakura udah ngapain kamu?” tanya Naruto pada Hinata.
“Ngga ngapa – ngapain kok, aku janji akan ngebantuin kamu Naruto.”
“Bantuin apa? Kamu ini ada – ada aja sayang. Naruto cuma sayang Hinata.”
“Tapi?”
“Udahlah, ngga usah ngebahas Sakura. Dia itu pemarah ngga kayak kamu, baik dan nerima aku apa adanya. Ngga usah nepatin janji kamu yang itu ya.”
“Naruto...” Air mata Hinata mulai turun ke wajahnya.
Naruto pun mengusap air mata Hinata dan mengajaknya untuk ke kelasnya.
Keesokan harinya, saat hari sudah mulai malam Naruto mengajak Hinata kesuatu tempat.
“Kenapa Naruto?” tanya Hinata.
“Kenapa? Hhmm, mungkin hati aku baru sadar kalau ternyata disampingku sudah ada orang yang sangat mencintai aku.”
“Yeee, itu mah dari dulu tau. Upps!”
“Hahaha, iya iya. Tapi serius, sekarang di hati aku cuma ada kamu. Aku udah bisa melupakan Sakura, mungkin Sakura memang lebih pantas dengan Sasuke.”
“Jadi, aku hanya jadi pelariannya.” ujar Hinata dalam hati dengan wajah yang.
“Kenapa kamu sedih? Ngga suka tempatnya ya? Atau kata – kata aku ada yang salah?”
“Mmhh, ngga kok. Aku suka tempatnya dan kata – kata kamu ngga ada yang salah.”
“Baguslah, sekarang kita nikmatin malam ini berdua ya?” ujar Naruto dengan nada semangat.
“Pura – pura senang, padalah aku tau di hatimu masih ada Sakura. Maafkan aku Naruto, aku tidak bisa melepaskan kamu untuknya dia sudah mencintai Sasuke, aku ngga mau kamu ngerasain apa yang aku rasa saat ini.” Ujar Hinata dalam hati.
Hinata’s POV
Mungkin cinta yang aku rasa saat ini menyakitkan. Tapi aku yakin suatu saat nanti Naruto akan mencintaiku apa adanya. Aku yakin kebahagiaan itu akan dating padaku hanya saja butuh waktu. Mungkin yang namanya warna-warni cinta. Dan aku akan terus berusaha membahagiakanmu Naruto. Aku janji.
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
 “Ngga kerasa besok udah masuk ke hari valentine. Dan lagi-lagi aku ngga punya pasangan.” keluh seorang makhluk yang memakai baju putih dengan rambut teurai panjang.
            “Kenapa kamu Si?” tanya seorang makhluk juga yang berpenampilan sama sembari menghampiri Susi.
            “Galau.” Ketusnya.
            “Galau? Jangan risau pake kartu joker.”
            “Aku serius Ta, masa besok aku harus ngga punya pasangan lagi. Apa kata para kuntilanak nanti?”
            “Tinggal cari aja diatas. Di alam manusia kalau disini ngga ada.”
            “Yang ada malah pada kabur pas ngeliat aku.”
            “Nah justru bagus kalau gitu, nanti kamu tinggal ngancam dia buat jadi pasanganmu semalam.”
            “Bagus juga idemu. Baiklah aku coba nanti sore.”
            Sore hari pun datang, Susi benar-benar datang ke dunia manusia. Sesampainya disana, dia pun mencari sosok pria yang akan dijadikan mangsanya. Setelah dia yakin, baru dia menjalankan rencana temannya itu pada malam hari.
            “Perasaan mala ini kok suasananya mistis banget ya? Mungkin hanya penasaanku saja, mana ada hantu yang mau ke rumahku yang bau ini.” ujar seorang pria berumur sembilan belas tahunan yang berpenampilan sederhana.
            Brakk! Terdengar suara jendela yang tiba-tiba tertutup.
            “Angin disini besar sekali.” ujar pria itu dengan santainya lalu melanjutkan kesibukkannya.
            Hihihihihi! Terdengar suara tertawa dari ruang tengah.
            “Woy, jangan berisik! Konsentrasiku keganggu nih.”
            “Maaf, ngga ada maksud ngeganggu. Aku cuma mau nakut-nakutin pemilik rumah ini.” ujar Susi.
            “Oh, ya udah lanjutin aja. Tapi jangan kenceng-kenceng ya.” ujar pria itu. Susi pun menghampiri pria itu.
            “Mas, tau ngga yang punya rumah ini siapa? Soalnya pas aku ikutin mukanya kurang jelas.” ujar Susi sambil celingak-celinguk.
            “Oh, rumah ini? Kalau rumah ini aku yang punya. Jadi kamu mau nakut-nakutin aku?” memandang penampilan Susi.
            “Hahaha, kamu kira dengan berpenampilan seperti kuntilanak begitu kamu bisa nakut-nakutin aku? Ada-ada saja.” lanjut pria itu.
            “Tapi...”
            “ Tapi apa? Udahlah, percuma nakut-nakutin aku mah ngga bakalan mempan. Mending kamu nakut-nakutin tetanggaku aja.” ujar pria itu memotong pembicaraan Susi lalu membukakan pintu keluar.
            “Ta.. Ta.. Tapi…”
            “Tapi apa lagi sih? Udah keluar dari rumahku sana.” ujar pria itu memotong pembicaraan Susi lagi lalu menarik tangan Susi agar keluar dari rumahnya.
            “Tanganmu dingin sekali ya.” lanjut pria itu saat menarik Susi.
            “Makanya dengerin penjelasanku dulu.”
            “Ya udah deh, aku dengerin. Mau ngejelasin apa?”
            “Aku itu kuntilanak asli!”
            “Hahaha, udah-udah ngga bakalan mempan nakut-nakutin aku mah. Pulang sana!” ujar pria itu lalu masuk ke rumahnya dan menutup pintu.
            “Ta..tapi aku beneran kuntilanaaak. Huaaaa..!” rengek Susi sembari duduk di lantai.
             Tanpa disadari orang-orang yang melihat Susi yang sedang merengek serempak menertawakannya.
            “Astagfirullah haladzim, aku kuntilanak beneran woy!” teriak Susi. Semuanya tidak percaya dengan apa yang dibicarakan Susi dan tetap menertawakan Susi. Akhirnya Susi pun pasrah dan kembali ke alamnya.
            “Gimana? Udah dapet?”
            “Ngga tau ah, males aku. Kapok ke dunia manusia.” jawab Susi lalu pergi ke kamarnya.
            Keesokkan harinya, tepatnya pada hari valentine bagi para makhluk ghaib. Saat Susi datang semuanya terpenganga melihat apa yang dibawa Susi sebagai pasangannya, lalu dalam hitungan ketiga semuanya tertawa bersamaan menertawakan Susi.
            “Ngga di dunia ngga di alam sendiri, tetep aja diketawain. Mending mati ajalah.” Lho???

Tamat
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
 Update status:
Huft, lagi – lagi aku gagal ngejalanin hubungan. :(
          Beberapa menit setelah menulis status, orang itu mengomentari statusku lagi. Dia sangat perhatian dan selalu memberi masukan – masukan yang baik buatku. Namanya Irfan, aku sering memanggilnya kakak karna memang umurnya lebih tua dariku.
“Udah jangan sedih gitu, masih banyak kok cowo yang lebih bisa menghargai perasaan kamu. ” ujarnya yang dia tulis dalam komen.
“Sip kak. :D” balasku.
          Hari – hari berikutnya, masih tetap sama. Setiap aku menulis status kakak pasti mengomentari statusku. Sampai akhirnya, dia mengirim inbox padaku.
“De’ kakak boleh minta nomor hpnya??”
“Mmmmhhh, buat apa kak? Nakut – nakutin tikus ya? Hehe.”
“Nggalah, biar gampang aja kalau kakak kangen sama kamu.”
“Ih, kakak tukang ngegombal nih. Ya udah nih, jangan disebar – sebar ya kak. 08579987xxxx.”
“Makasih.”
          Beberapa menit kemudian, handphoneku berbunyi. Nomernya ngga dikenal, yang ada dipikiranku mungkin itu nomor kakak. Aku langsung mengangkat teleponnya.
“Hallo!”
“Hai, ini nomor kakak. Save ya. ”
“Pastilah kak. :D”
“O iya, kamu masih sendiri?”
“Emang kenapa?”
“Mau ngga jadi couple kakak? Hehe.”
“Couple?”
“Iya, jarak kita kan jauh. Jadi ngga mungkin kalau kakak minta kamu jadi pacar kakak.”
“Emang bedanya apa?”
“Kalau couple, cuma buat main – main. Jadi kamu masih bisa nyari di duta.”
“Hhhmmm, nanti aku pikirin lagi deh kak. Hehe.”
          Tidak lama setelah itu, aku langsung menutup teleponnya, aku memikirkan kata – kata yang kakak ucapin tadi.
“Hhhmm, cuma di dumay. Aku terima aja deh, dia baik juga kok. Lagian jarak jauh, jadi ngga mungkin ampe terjadi hal – hal yang ngga diinginkan.” Ujarku dalam hati.
          Keesokan harinya, dia menelponku lagi untuk minta jawaban.
“Gimana?”
“Hhhmm, boleh deh.”
“Asyik, makasih sayang.”
          Satu bulan pun berlalu, dia makin perhatian padaku dan aku pun mulai menyayanginya. Walau pun jarak kita jauh, aku percaya kalau dia ngga akan selingkuh. Dia selalu ada waktu untuk menghubungiku. Aku ngga percaya kalau dia cuma mau main – main.
          Malam harinya dia pun menelpon lagi.
“De’ kakak boleh minta sesuatu sama dede?”
“Apa?”
“Kakak pengen jadi pacar dede, kakak janji kalau ada libur panjang pasti mampir ke rumah dede.”
“Tapi kan rumah kita kepisah laut.”
“Demi dede pasti bakal kakak lakuin ”
“Yeeehhh.”
“Gimana? Mau ngga? Tapi kalau ngga mau juga ngga apa, yang jelas kakak ngga akan nyari cewe lain di duta. Kakak cuma mau sama dede.”
“Ih kakak, iya deh dede mau.”
“Makasih, I Love You, de”
          Satu tahun pun berlalu, aku ngga nyangka bisa hubungan sampai satu tahun. Mungkin gara – gara ngga pernah ketemu dan gara – gara kita saling percaya, jadi jarang ada konflik.
          Hari libur panjang pun tiba, tiga hari dia ngga ngasih kabar, sms dan telepon pun ngga ada. Aktivitas faceboknya ngga ada nomornya pun ngga aktif. Aku khawatir, tapi aku bingung harus apa. Ngga ada satu orang pun yang bisa dihubungi buat nanyain keadaannya dia.
          Tiba – tiba ada nomor baru lagi yang menelponku.
“Kamu keluar rumah sekarang.”
“Tunggu…” aku tidak melanjutkan perkataanku karena teleponnya sudah mati.
Bergegas aku ke halaman rumahku.
“Kakak?” teriakku terharu dan berlari menuju gerbang rumah lalu memeluknya.
“Kakak nepatin janji kakak kan? Hahaha.”
“Huh, tiga hari ngilang gitu aja.”
“Kakak ke sini naik kapal, jadi ngga ngeaktifin handphone. Hehe.”
“Huft.”
“Udah – udah, yang penting kakak udah ada di depan kamu sekarang.” Ujarnya sambil mengelus – ngelus kepalaku.

 Tamat
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Di pagi yang sangat dingin, tiba – tiba handphoneku berbunyi. Saat aku mengangkatnya, terdengar suara yang tidak asing lagi, suara yang selalu bisa membuatku nyaman. Ya, benar yang menelepon adalah kekasihku.
“Happy Universary” ujar suara dibalik telepon genggam itu.
          Aku tak bisa menahan senyumanku, karena untuk pertama kalinya dia yang mengingatkan aku, di hari ketiga tahun aku bersamanya. Dia pun mengajakku pergi ke suatu tempat, awalnya aku menolak karena sepertinya cuaca hari ini tidak mendukung. Tetapi, dia selalu bisa merayuku hingga aku mengatakan iya.
          Namanya Dion, dia memang bukan siapa – siapa, hanya anak pemalas yang sifatnya sering berubah – ubah. Tetapi dia adalah segalanya untukku, dia selalu mengerti dan ada untukku disaat aku sedang senang atau sedih. Mungkin ini yang namanya keajaiban, keajaiban yang membuat hidupku lebih berarti disaat aku mulai kehilangan orang – orang yang aku sayang.
         Tidak lama setelah menutup telepon, aku segera ganti baju dan berdandan. Padahal aku bukan tipe cewe yang suka berdandan, tapi entah kenapa hari ini aku ingin sekali terlihat beda dan membuatnya senang.
Tepat pukul 9.00 WIB, dia datang ke rumah untuk menjemputku. Seolah kami memang jodoh, tanpa ada perjanjian pakaian yang kami pakai warnanya sama yaitu warna coklat, hanya dia menambahkan jaket berwarna hitam pada pakaiannya.
          Tidak lama berbincang – bincang, kami pun lanngsung pergi dan tentunya izin dulu ke pamanku. Pamanku kenal dengan orang tua Dion jadi tanpa bicara panjang lebar pamanku mengijinkan kami pergi.
          Tiga puluh menit pun berlalu, kami sampai di tempat yang sangat indah. Banyak pepohonan dan pemandangan dari atas yang membuatku kagum akan keindahan alam. Dia tau aku lebih suka tempat yang indah dari pada mall dan sejenisnya, mungkin itu alasannya dia membawaku ke sini.
          Setelah berkeliling dan bernarsis ria bersamanya, sekitar pukul 12.30 WIB dia mengajakku turun untuk makan di sebuah kedai kecil. Kedainya memang kecil tetapi makanannya begitu enak sepertinya tempat ini sudah tidak asing buatnya hingga dia tau dimana tempat yang makanannya enak.
          Saat sedang makan, dia terus memperhatikanku, tatapannya berbeda dengan biasanya. Tangannya pun mulai meraih tanganku. Aku baru pertama melihat ekspresinya yang serius seperti ini.
“Jangan pernah tinggalin aku ya, aku sayang sama kamu.” ujarnya sambil memegang tanganku dan memancing air mataku keluar.
Aku hanya bisa mengangguk. Dia membalas anggukanku dengan senyumannya, dan melepas tangannya dariku lalu mengusap air mataku. Tetapi air mataku semakin deras, seolah – olah aku merasa bahwa aku akan kehilangan dia. Melihat air mataku terus keluar, dia pun menarikku pada dekapannya.
“Lepasin, malu tau.” ujarku dengan nada manja.
“Biarin, yang penting orang lain ngga boleh ngeliat kamu nangis. Cukup aku yang boleh ngeliat kamu sedih.” ujarnya yang membuat senyumku kembali.
          Setelah kami menghabiskan pesanan kami, dia membayar bonnya dan membelikan aku minuman yang paling aku suka. Dia pun memberikan minuman itu padaku dan menyuruhku untu menunggu di dalam karena ia ingin mengambil motornya dulu di atas karena kami tidak menggunakan motor saat ke tempat makan jadi motor tetap di parkir di tempat awal kami singgah.
          Beberapa menit setelah ia pergi, di luar terjadi keributan.
 “Ada kecelakaan motor.” ujar salah satu penduduk setempat.
 “Warna pakaiannya apa?” tanyaku cemas.
“Memakai kaos berwarna coklat seperti yang anda pakai.” jawab pria itu.
          Dengan reflek aku berlari ke tempat kejadian dan berharap kalau itu bukan Dion. Baru setengah jalan ke tempat kejadian, ada motor dari arah atas yang menabrakku. Aku tidak bisa melihat orang itu, penglihatanku mulai buram. Yang aku lihat hanya seseorang yang berjaket hitam turun dari motor yang menabrakku. Setelah itu aku tidak ingat apa pun, mataku perlahan tertutup.
          Perlahan aku mencoba membuka mataku, ternyata aku sudah sampai di tempat yang asing bagiku.
“Dimana aku?” ujarku dalam hati.
          Saat aku ingin beranjak dari tempat tidur, aku tidak dapat merasakan pergelangan kaki kananku, dengan reflek aku berteriak. Teriakanku membuat pamanku yang berada di luar segera masuk ke ruang tempatku dirawat.
“Kamu sudah sadar?” ujar pamanku dilapisi senyuman dibibirnya.
Aku hanya menangis melihat kakiku yang mati rasa, pamanku yang melihat aku menangis memelukku dan berkata, “Tenanglah itu hanya sementara.”  ujarnya mencoba menenangkanku.
          Di tengah – tengah tanngisanku, aku teringat pada Dion.
“Paman, apa Dion ada?”
“Setelah mengantarmu ke sini, dia langsung pergi karena tahu pergelangan kakimu lumpuh karenanya. Dan berkata ‘Tenang aja om, Kirana ngga akan ngerasa sakit sendirian.”
Aku hanya terdiam, entah harus sedih karena dia pergi atau harus marah karena telah membuatku seperti ini.
          Keesokan harinya, kata dokter aku sudah boleh pulang dari rumah sakit tetapi aku masih tidak melihat sosok Dion yang menjemputku, hanya ada orang tuanya yang terus melontarkan kata maaf padaku. Aku hanya bisa tersenyum dan berjalan dengan kaki kanan yang diselimuti gips dan dua alat bantu berjalan ditemani oleh kedua orang tuaku.
          Tiga hari pun berlalu, aku merasa ada yang hilang dari hidupku rasa yang dulu pernah aku rasakan saat ditinggal kedua orang tuaku. Tiba – tiba kenangan – kenangan bersama Dion muncul dibenakku.
“Apa harus beakhir seperti ini? Aku butuh keajaiban itu lagi. Aku masih membutuhkannya.” ujarku dalam hati sembari melihat foto – foto bersamanya.
          Satu minggu pun berlalu, masih belum ada kabar darinya, kakiku pun masih belum sembuh total.
“Dimana keajaiban itu sekarang? Aku benar – benar sangat membutuhkannya Tuhan. Aku ingin dia ada disisiku dan menyemangati hidupkku lagi.”
          Tidak lama kemudian, handphoneku berbunyi.
“Kirana, Dion sekarang di rumah sakit. Tante harap kamu bersedia datang kesini.” Ujar seorang wanita dibalik telepon yang merupakan ibunya Dion.
“Genggamanku langsug melonggar, handphoneku yang terjatuh aku tinggalkan begitu saja dan langsung bergegas ke rumah sakit tanpa menghiraukan rasa sakit pada kaki kananku.
          Sesampai di rumah sakit, aku langsung menanyakan kamar Dion dirawat pada bagian pendaftaran dan langsung menuju kamar tersebut.
          Terlihat orang tua Dion yang dilapisi wajah cemas dan memandangi kakiku.
“Udah ngga terlalu parah kok om tante.” ujarku.
“Kirana boleh liat Dion?” lanjutku.
“Tentu.” ujar ibunya Dion.
          Aku pun langsung masuk ke kamar tempat Dion dirawat. Aku melihatnya terbaring lemah di tempat tidur air mataku tak bisa ku tahan lagi dan keluar begitu saja. Aku meraih tangannya yang ditempeli jarum infus dan memegangnya dengan erat.
          Tiba – tiba orang tua Dion masuk ke ruangan.
“Kaki kirinya lumpuh permanen.”  ujar ibunya Dion sembari menangis.
Aku langsung terdiam dan memandangi kakinya.
“Mungkin ini karma karena Dion sudah membuatmu seperti itu.” lanjut ibu Dion.
“Sssttt, tante. Jangan ngomong sembarangan ah.” ujarku.
“Sepanjang perjalanan ke rumah sakit dia terus menyebut – nyebut namamu. Mungkin cuma kamu yang bisa membuat Dion bertahan. Tante mohon jangan tinggalin Dion.” lanjut ibu Dion lagi sembari menangis.
Lagi – lagi aku mendengar kata itu, kalimat yang menyuruhku untuk berada disisinya.
          Beberapa menit kemudian, tangan yang kupegang itu mulai bergerak dan perlahan menggenggam tanganku. Matanya perlahan terbuka dan memandangku dengan senyuman khasnya.
“Ma..a..ah pa..a..ah, bi...sa ti...ting..ga..lin Dion ss..sa..ma Ki..ra..na dulu?” ujarnya dengan susah payah.
Orang tua Dion pun keluar ruangan dengan senyum bahagia karena akhirnya Dion sadar.
“Akhirnya aku bisa ngerasain apa yang kamu rasain gara – gara kebodohanku.” ujarnya sembari tersenyum.
“Jadi kamu sengaja? Dion bodoh, kamu orang terbodoh yang pernah aku temui.” kataku dengan nada marah dan melepaskan tangannya.
“Hahaha, sudah lama aku tidak mendengar kata – kata itu.”
“Dion bodooooohhhh.” ujarku diikuti air mata yang terus mengalir.
“Dengan keadaan aku yang seperti ini, kamu boleh kok ninggalin aku.”
“Ninggalin?”
“Yaps, mana ada sih cewe secantik kamu yang mau sama orang cacat kayak aku. Hahaha.”
“Cukup, jangan pernah mengatakan kalau kamu cacat. Aku akan nepatin janji aku, aku akan selalu ada disamping kamu. Aku sayang sama kamu Dion, jangan buat aku khawatir lagi ya?” ujarku sambil memegang tangannya dengar erat.
"Makasih sayang." ujarnya sembari menarik tanganku lalu menciumnya. Terlihat air mata juga keluar dari mata Dion.

Tamat
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Follow Us

  • deviantart
  • instagram
  • twitter
  • wattpad

recent posts

Sponsor

Blog Archive

  • November 2017 (1)
  • June 2017 (1)
  • May 2017 (1)
  • November 2016 (1)
  • September 2016 (1)
  • August 2016 (3)
  • June 2015 (1)
  • November 2014 (1)
  • August 2014 (4)
  • May 2013 (3)
  • March 2013 (2)
  • January 2013 (1)
  • November 2012 (2)
  • September 2012 (1)
  • August 2012 (4)
  • November 2011 (1)

Pengunjung

I am in Google+

Unknown
View my complete profile

Followers

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates