“Kau mencari ini?” ujar seorang gadis dengan mengulurkan sebuah buku.
“Ah iya, bagaimana kau…” kalimat pria itu terpotong ketika melihat senyum dari seorang gadis di depannya. “ehm bagaimana kau tau?” lanjut pria itu.
“Karena aku menemukan buku ini di posisi rak yang kau cari”
“Pertanyaanku yang bodoh atau jawaban dari gadis ini yang aneh?” ujar pria itu dalam hati.
“Oh iya, tapi kau tidak bisa langsung mengambilnya karena aku harus mengembalikannya terlebih dulu. Tenang saja aku berniat mengembalikannya hari ini” lanjut gadis itu.
“Baiklah aku akan menunggumu”
“Kau cari dulu saja buku lain, nanti kita bertemu di tempat peminjaman” ujar gadis itu tersenyum.
“Sebenarnya aku sudah mengambil semua buku yang ingin aku pinjam hari ini.”
“Yasudah kalau begitu temani aku memilih buku” ujar gadis itu tertawa kecil.
Mereka pun berkeliling menelusuri tiap rak.
“Kau pasti sangat suka membaca ya?” ujar gadis itu memecah keheningan.
“Mmm tidak juga”
“Sebenarnya aku tidak terlalu suka membaca, tapi ntah kenapa aku suka berada diantara buku-buku” lanjut gadis itu.
“Lalu buku yang kau pinjam itu?”
“Aku hanya membaca bagian yang aku suka, aku tidak pernah benar-benar membaca semuanya. Hehe”
“Aaa akhirnya ketemu.” ujar gadis itu berlari menuju buku yang dia cari. “Nah sekarang, ayo kita ke tempat peminjaman”
Setelah mereka berdua selesai mengurus peminjaman buku.
“Setelah kau selesai membacanya ceritakan padaku ya. Daaah” ujar gadis itu tertawa kecil sembari melambaikan tangannya.
Pria itu membuka halaman terakhir dari buku yang sempat dipinjam oleh gadis itu.
“Vica” ujarnya dalam hati.
Dua hari kemudian, pria itu ke perpustakaan lagi. Sebenarnya sudah menjadi kebiasaannya setiap hari untuk datang ke perpustakaan sepulang kuliah, ntah untuk meminjam, mengembalikkan atau hanya untuk membaca di tempat.
To: Vica
Hei, aku sudah selesai membaca bukunya. Datanglah ke perpustakaan jika kau mau tahu apa yang kubaca
“Tunggu? Kenapa aku mengirimnya pesan? Kenapa aku menyimpan nomernya yang ada dilist peminjam itu?” ujar pria itu dalam hati.
From: Vica
Kau pria di perpus itu kah? Oke, tunggu aku masih ada kuliah. Munggkin 1 jam lagi. Tunggu ya..
Satu jam pun berlalu, gadis itu benar-benar datang ke perpustakaan. Ketika masuk ke perpustakaan gadis itu langsung mencari sosok pria yang ditemuinya dua hari lalu, lalu langsung menghampirinya.
“Kau berlari?” tanya pria itu.
Gadis itu menganggukan kepala. “Aku takut kau terlalu lama menunggu” ujarnya terengah-engah.
Pria itu tertawa kecil, “mau minum?” mengulurkan botol air mineral pada gadis itu.
“Ah terimakasih” menerima dan meminum air mineral tersebut.
“Oh iya, namamu siapa? Tidak adil ketika kau tau namaku tapi aku tidak tau namamu.” ketus gadis itu.
“Rayn”
“Oh oke Rayn. Jadi gimana isinya? Aku baca beberapa halaman sih, yang aku baca…………
Mereka pun mulai berbincang mengenai buku tersebut.
Hati-hari pun berlalu, tanpa disengaja mereka selalu bertemu di perpustakaan. Pertemuan-pertemuan yang tidak disengaja itu membuat mereka semakin dekat. Rayn yang memang senang membaca banyak menceritakan sesuatu pada Vica, menceritakan apa yang dia baca dan kadang menceritakan kejadian kecil yang terjadi padanya. Begitu pula Vica, kadang menanyakan hal-hal yang membuatnya penasaran pada Rayn seolah Rayn menjadi ensiklopedi berjalan baginya.
“Aku penasaran, mengapa kau selalu kesini?” tanya Rayn pada Vica.
“Memangnya tidak boleh? Kan ini perpustakaan umum.”
“Yaa boleh-boleh saja, tapi untuk apa jika kau tidak suka membaca”
“Kan sudahku bilang aku senang melihat buku”
“Ah yasudah terserah kau saja”
Hari-hari berlalu seperti biasanya, mereka bertemu dan menghabiskan waktu di perpustakaan.
“Hei aku serius untuk apa kau sering kesini?”
“Iih maunya aku jawab apa sih? Mau aku jawab buat ketemu kamu?” ujar Vica dalam hati.
“Jawabanku masih sama” ujar Vica lalu pergi untuk mencari buku.
Tiga kemudian, semenjak pertanyaan kemarin Vica tidak datang ke perpustakaan. Rayn hanya melihat jam dan melihat ke arah pintu masuk ketika jam-jam seharusnya Vica datang.
“Eh? Apa yang aku lakukan? Kenapa kesannya jadi nunggu Vica datang. Fokus fokus” ujar Rayn dalam hati.
Beberapa menit kemudian.
“Ah sial aku tidak bisa fokus. Atau gara-gara pertanyaanku kemarin?”
To: Vica
Kau tidak ke perpustakaan?
“Kirim jangan kirim jangan kirim jangan” konflik batin Rayn.
Tiba-tiba Vica datang, dengan segera Rayn menutup handphone-nya dan menghampiri Vica.
“Hai, kemarin-kemarin kau tidak datang?” ujar Rayn.
“Pfft, kangen?” ejek Vica.
“Hah? Pemikiran darimana itu?” ujar Rayn dan langsung berjalan menuju suatu rak.
Vica hanya tertawa kecil dan mengikuti Rayn.
“Tuh kan aku datang tiap hari salah, aku ngga datang cuma dua hari aja salah” ujar Vica.
“Ngga salah. Ah sudahlah.”
Hari-hari berlalu seperti biasanya, datang lalu bertemu di perpustakaan. Biasanya Vica selalu datang lebih dulu dan menunggu di tempat membaca sembari membaca suatu buku, tapi kali ini Rayn yang datang terlebih dulu.
“Dia belum datang” ujarnya dalam hati sembari melihat ke tempat biasa Vica duduk menunggunya.
“Eh? Tunggu? Apa yang aku katakana barusan? Kenapa aku jadi selalu berharap bertemu dengannya? Apa aku menyukainya?” ujarnya dalam hati.
Vica pun datang dan langsung menghampiri Rayn.
“Hai, tumben kau datang lebih dulu”
Rayn tidak menjawab dan terus fokus pada bukunya seperti biasa. Rayn terlihat lebih cuek ketika Vica ada, karena Vica sudah terbiasa dengan hal itu jadi Vica tidak terlalu menganggap cueknya Rayn selain karena itu Vica tau kalau sebenarnya Rayn peduli padanya. Dia selalu mengingat kejadian Rayn yang menanyakan dia kemana ketika dia tidak datang ke perpustakaan. Kejadian kecil tapi cukup berkesan baginya.
Beberapa hari pun berlalu, akhir-akhir ini Rayn sedikit menunjukkan rasa seolah suka pada Vica. Vica senang sekaligus takut, takut kalau suatu saat jika ia merespon Rayn mungkin suasana antara mereka akan berubah. Kalau jadi lebih dekat itu lebih baik, tapi ntah kenapa yang dibayangkan Vica kalau hubungan mereka akan menjauh. Sehingga Vica tidak terlalu merespon kode-kode yang diberikan Rayn padanya.
Vica sampai pada batasnya, ia akhirnya menunjukkan perasaannya juga. Rayn yang mungkin juga peka merespon kode-kode yang Vica berikan. Hal buruk yang Vica bayangkan ternyata hanya bayangannya saja. Mereka seperti sepasang insan yang sedang jatuh cinta, walau keduanya masih belum mengetahui dengan pasti perasaan yang dimiliki oleh masing-masing.
Dari yang mengobrol hanya kalau tidak sengaja bertemu di perpustakaan, sekarang mereka melakukkannya dengan handphone tanpa harus menunggu takdir mempertemukan mereka di perpustakaan. Di masa-masa ini, masa-masa yang membahagiakan bagi Vica walaupun kadang tidak jarang Vica galau karena kelakuan Rayn.
Sampai hari ini pun tiba. Mereka bertemu di perpustakaan.
“Sepertinya aku tidak akan datang ke perpustakaan lagi” ujar Rayn.
“Eh? Kenapa? Bukannya kau suka membaca?” tanya Vica heran.
“Hanya tidak ingin”
“Apa ini perpisahan?” ujar Vica dalam hati.
Apa yang dibayangkan Vica kali ini meleset lagi, Rayn masih mengubunginya melalui pesan-pesan yang selalu ada setiap hari. Selau ada bahasan yang Rayn berikan, hal itu tentu membuat Vica senang. Karena alasan utama Vica datang ke perpustakaan untuk bertemu Rayn. Ketika Rayn bilang tidak datang, Vica langsung mengurangi kunjungannya ke perpustakaan, hanya datang ketika benar-benar ada keperluan untuk datang dan jika iya rindu melihat buku-buku yang tersusun rapih.
From: Rayn
Hahaha kau benar-benar tidak datang ke perpustakaan lagi?
“Eh? Tunggu? Jangan-jangan dia bilang tidak akan datang hanya untuk mengetes jawaban yang ia pikirkan itu benar atau tidak. Aaa lagi-lagi masuk perangkap dia”
To: Rayn
Aku datang kok kemarin, hari ini sedang banyak tugas
“Ah aku yakin dia tertawa kemenangan”
Mereka pun semakin dekat, sampai suatu hari tiba-tiba Rayn berhenti memberi pesan pada Vica. Hal tersebut membuat Vica memikirkan seribu pertanyaan dalam otaknya, tapi ia terlalu takut untuk menanyakan langsung pada Rayn takut hal buruk itu terjadi takut hubungan mereka benar-benar akan berakhir.
Hari ini Vica datang ke perpustakaan, ketika ia datang terlihat Rayn sedang bersama gadis lain. Hal itu tentu membuat Vica terkejut, terasa sedikit sakit di dadanya.
“Oh gara-gara itu” ujar Vica dalam hati lalu segera mencari buku yang ia cari dan pergi.
Malamnya Vica memberanikan untuk mengirim pesan terlebih dahulu.
To: Rayn
Ciiee punya temen baru ya?
From: Rayn
Temen baru?
To: Rayn
Iyaa
From: Rayn
Kenapa?
To: Rayn
Apanya yang kenapa?
From: Rayn
Kenapa nanya itu?
To: Rayn
Yaa kan aku temen kamu, ngga boleh gitu tau itu?
From: Rayn
Buat apa?
To: Rayn
Ih jawab aja iya atau ngga
From: Rayn
Yaa kenapa dulu?
To: Rayn
Ah udah skip
“Ih kok bodoh sih, kok malah nge-skip sih?” batin Vica.
“Apa dia cemburu?” batin Rayn tersenyum.
Keesokkan harinya Rayn memberinya pesan lagi, mereka berbincang seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
“Ah kadang aku benci seperti ini, aku terlalu merasa nyaman ketika ia ada sampai aku lupa kalau aku sedang kesal padanya”
Pesan dari Rayn ternyata tidak bertahan lama, dia menghilang lagi. Beberapa hari kemudian datang lagi dan terus melakukan hal itu sampai Vica benar-benar kesal dan akhirnya menanyakan kenapa Rayn seolah menjauh darinya karena sekalinya datang pun perbincanngan mereka agak berbeda dari biasanya. Vica hanya merindukan Rayn yang kadang menceritakan masalah kecil yang terjadi padanya ke Vica. Sayangnya sudah tidak ada Rayn yang seperti itu.
To: Rayn
Hey kenapa kau seperti menghilang?
From: Rayn
Menghilang?
To: Rayn
Aku tau kau tidak akan menjawabnya :)
From: Rayn
Hehe
“Ih Vica, kenapa kamu bisa suka sama orang kayak gituu?!” batin Vica.
“Ah udah aku menyerah, aku hidup udah 19 tahun. Hidup aku dengan adanya dia cuma beberapa bulan, hidup aku tanpa dia itu lebih lama harusnya aku lebih terbiasa tanpa dia. Tapi kenapa aku merasa kehilangan?” ujar Vica dengan mata yang mulai dibanjiri oleh air mata.
Beberapa hari kemudian, Rayn memberi Vica pesan lagi.
“Bodohnya aku selalu senang ketika dia memberiku pesan. Kali-kali pengen kayaknya jadi cuek dan ngga ngebales tapi ngga bisa. Aaaaaaa maunya apa sih datang dan pergi gitu aja?!” ketus Vica.
Seperti biasa Rayn menghilang lagi, bahkan di perpustakaan pun benar-benar tidak pernah bertemu lagi. Kalu pun bertemu mereka tidak saling menyapa.
“Kamu tu kenapa sih Rayn? Kenapa harus ngilang gitu aja? Kalau kamu ngasih alesan, aku pasti bakal lebih bisa ngikhlasin kamu. Ngerti?!” ketus Vica.
“Ah oke Vic, sekarang kamu harus bener-bener move on. Ngapain sih peduli sama yang ngga peduli? Jadi Vica yang biasanya, Vica yang ngga pernah mikirin hal kecil kayak gitu. Pasti bisa!” ujar Vica dalam hati.
Akhinya Vica benar-benar menghindari hal-hal yang membuatnya memikirkan Rayn, selewat saja ada hal yang membuatnya memikirkan Rayn dia langsung mengalihkan pikirannya. Walaupun di dalam hatinya dia masih ingin sosok Rayn yang dulu yang selalu ada untuknya. Tapi dia sadar semua orang bisa berubah, dan sadar dengan pepatah “Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan”.
*
*
TAMAT
*
*
Gaje? Maafin.. Penasaran kenapa Rayn kayak gitu? Sama.. ._.